Abstrak
Tambang
Grasberg adalah tambang
emas terbesar di dunia dan tambang tembaga
ketiga terbesar di dunia.
Tubuh-tubuh
bijih terdapat pada dan di sekitar dua tubuh-tubuh instrusi utama batuan beku yaitu monzodiorit
Grasberg dan diorit Ertsberg. Batuan-batuan induk untuk
tubuh-tubuh bijih tersebut terdiri dari batuan-batuan karbonatan
maupun klastik yang diterobos oleh batuan beku
berkomposisi monzonitik
dan dioritik
yang membentuk punggungan bukit dan sisi atas rangkaian Pegunungan Sudirman. Berdasarkan
pada analisa petrografi dan mikroskopi bijih terhadap 23 contoh batuan bor inti
Grs 37-44, diketahui
bahwa endapan bijih yang terbentuk menyebar dan mengisi rongga batuan berupa
jalinan urat kuarsa membentuk struktur stockwork, terdapat 3 zonasi alterasi, yaitu: zonasi
ubahan kuarsa - K-felspar - biotit (ubahan potasik); epidot-karbonat-serisit
(ubahan propilitik) dan gipsum-anhidrit ( ubahan argilik). Paragenesa mineral
bijih terdiri dari magnetik, hematit, arsenopirit, sfalerit, pirit, emas,
kalkopirit, digenit, bornit, kalkosit dan kovelit dengan kadar yang berkurang
dari bagian tengah ke arah luar dari bor inti.
Kata kunci: Grasberg, zonasi alterasi, paragenesis
Endapan Porfiri
Endapan porfiri
adalah endapan dengan tonase besar dan kadar rendah hingga sedang yang mineral
bijih utamanya secara dominan terkontrol oleh struktur dan secara spasial dan
pembentukan berhubungan dengan serial intrusi porfiri felsik hingga intermedier
(Kirkham, 1972 dalam Sinclair, 2007). Ukurannya yang besar serta kontrol
struktural (contoh: urat, set urat, stockwork, rekahan, dan breksi) membedakan
endapan porfiri dengan endapan lain yang mungkin berdekatan. Seperti skarn, urat mesothermal, dan
endapan epithermal.
Kandungan metal
dari endapan porfiri sangat beragam. Logam-logam seperti Cu, Au, Mo, Ag, Re,
Sn, W, Bi, Zn, In, Pb, serta logam-logam PGE bisa hadir dalam sebuah endapan
porfiri.
Endapan porfiri
terbentuk dalam beragam setting tektonik. Endapan porfiri Cu biasanya terdapat
pada zona akar dari stratovolkano andesitik dalam seting busur-kepulauan (island arc) dan busur-benua (continental arc) yang berhubungan dengan
subduksi (Mitchell dan Garson, 1972; Sillitoe, 1973, 1988a; Sillitoe dan
Bonham, 1984 dalam Sinclair, 2007; gambar 1). Di Arizona Selatan, endapan
porfiri Cu dikaitkan dengan batuan granitik yang bertempat dalam setting
kontinental, dalam atau sepanjang batas dari kaldera yang sekarang tererosi
intensif (Lipman dan Sawyer, 1985 dalam Sinclair, 2007)
Endapan porfiri
terbentuk dalam hubungan yang dekat dengan intrusi epizonal dan mesozonal porfiri.
Hubungan temporal yang dekat antara aktivitas magmatik dan mineralisasi
hidrotermal dalam endapan porfiri diindikasikan oleh adanya intrusi
antar-mineral dan breksi yang terbentuk antara atau selama periode mineralisasi
(gambar 2).
Pada skala
endapan bijih, struktur yang berhubungan dapat menghasilkan variasi dari tipe
mineralisasi, termasuk urat, set urat, stockwork,
rekahan, crackled zones, dan pipa
breksi (gambar 3). Pada endapan porfiri yang besar dan ekonomis, urat yang
termineralisasi dan rekahan biasanya memiliki densitas yang sangat tinggi.
Orientasi dari struktur mineralisasi dapat dihubungkan dengan lingkungan stress
lokal disekitar bagian atas dari pluton atau dapat menunjukkan kondisi stress regional. Ketika struktur
mineralisasi tumpang tindih satu-sama-lain dalam sebuah batuan bervolume besar,
kombinasi dari struktur mineralisasi individual menghasilkan zona dengan kadar
bijih yang lebih tinggi dan karakteristik dari endapan porfiri berukuran besar. Pembagian zona lokasi
dari masing-masing struktur yang timbul dari tipe mineralisasi yang berbeda
dapat dilihat pada gambar 4.
Alterasi
hidrotermal terjadi secara ekstensif dan biasanya mengalami zonasi pada skala
endapan dan juga pada urat dan rekahan individual. Pada banyak endapan porfiri,
zona alterasi pada skala endapan terdiri dari zona bagian dalam potassic yang dicirikan oleh K-feldspar
dan/atau biotit (± amfibol ± magnetit ± anhidrit; gambar 5) dan zona bagian
luar alterasi propylitic yang terdiri
dari kuarsa, khlorit, epidot, kalsit, dan secara lokal, albit yang berhubungan
dengan pirit. Zona alterasi phyllic
(kuarsa + serisit + pirit, gambar 5) dan alterasi argilic (kuarsa + ilit + pirit ± kaolinit ± smektit ±
montmorillonit ± kalsit) yang dapat menjadi bagian dari pola zonal diantara
zona potassic dan propylitic, atau dapat menjadi zona
lebih muda berbentuk irregular atau tabular yang menumpuk diatas alterasi lebih
tua dan kumpulan sulfida.
Zona
sulfida ekonomis paling banyak diasosiasikan dengan alterasi potassic. Hubungan spasial dan
temporal diantara tipe berbeda dari alterasi ditunjukan secara skematik dalam
gambar 6. Sementara zona alterasi dan mineralisasi dari sebuah endapan porfiri
dapat dilihat pada gambar 7.
Model umum dari
sebuah endapan porfiri diilustrasikan secara skematis dalam gambar 8, yang
menunjukkan endapan porfiri Cu yang berhubungan dengan intrusi porfiritik kecil
subvolkanik dan dikelilingi oleh zona piritik yang lebih ekstensif. Skala lebih
besar dari sistem hidrotermal ditunjukkan oleh endapan tipe peripheral yang
berhubungan dengan endapan porfiri termasuk skarn Cu, manto replacement Zn, Pb, Ag, Au dan berbagai macam tipe dari urat
logam-dasar dan logam-berharga serta endapan yang terdapat pada breksi.
Namun, model
yang paling cocok diaplikasikan untuk endapan porfiri adalah model
magmatik-hidrotermal (gambar 9), atau variasi atas model tersebut, dimana dalam
model ini metal bijih didapat secara temporal dan pembentukan dari intrusi yang
berhubungan. Sistem hidrotermal banyak-fasa berukuran besar dikembangakan
didalam dan diatas dari intrusi yang berhubungan dan umumnya berinteraksi
dengan fluida hidrotermal (bisa juga dengan air laut) pada bagian atasnya atau
sampingnya. Selama
tahap penyusutan dari aktivitas hidrotermal, sistem magmatik-hidrotermal runtuh
kedalam dan digantikan oleh air yang dominannya berasal dari air meteorik. Redistribusi, dan konsentrasi
lebih lanjut dari logam, terjadi pada beberapa endapan selama tahap penyusutan.
Geologi Regional Grassberg
Pemetaan Regional yang dilakukan
oleh PT Freeport, menemukan paling tidak pernah terjadi tiga fase
magmatisme di daerah Pegunungan Tengah. Secara umum, umur magmatisme
diperkirakan berkurang ke arah selatan dari utara.
Fase
magmatisme tertua terdiri dari terobosan gabroik sampai dioritik, diperkirakan
berumur Oligosen dan terdapat dalam lingkungan Metamorfik Derewo. Fase kedua
magmatisme berupa diorit berkomposisi alkalin terlokalisir dalam Kelompok
Kembelangan pada sisi Selatan Patahan Orogenesa Melanesia Derewo yang berumur
Miosen Akhir sampai Miosen Awal. Magmatisme termuda dan terpenting berupa
instrusi dioritik sampai monzonitik yang dikontrol oleh suatu
patahan yang aktif mulai Pliosen Tengah sampai kini. Batuan-Batuan intrusi
tersebut menerobos hingga mencapai Kelompok Batugamping New Guinea, dimana
endapan porphiri Cu-Au dapat terbentuk seperti Tembagapura dan OK Tedi di Papua
Nugini.
Tumbukan
Kraton Australia dengan Lempeng Pasifik yang terus berlangsung hingga sekarang
menyebabkan deformasi batuan dalam cekungan molase.
Batuan terobosan di Tembagapura
berumur 3 juta tahun (McMahon, 1990, data tidak dipublikasikan), sedangkan
batuan terbosan OK Tedi berumur Pliosen akhir pada kisaran 2,6 sampai 1,1 juta
tahun. Hasil Penelitian yang dilakukan oleh Nabire Bhakti Mining terhadap 5
contoh batuan intrusi di Distrik Komopa menghasilkan umur antara 2,9 juta
tahun sampai 3,9 juta tahun. Selama Pliosen jalur lipatan papua dipengaruhi
oleh tipe magma I, suatu tipe magma yang kaya akan komposisi potasium kalk
alkali yang menjadi sumber mineralisasi Cu-Au yang bernilai ekonomi di Ersberg
dan Ok Tedi. Selama pliosen intrusi pada zona tektonik dispersi di kepala
burung terjadi pada bagian pemekaran sepanjang batas graben. Batas graben ini
terbentuk sebagai respon dari peningkatan beban tektonik di bagian tepi utara
lempeng Australia yang diakibatkan oleh adanya pelenturan dan pengangkatan dari
bagian depan cekungan sedimen yang menutupi landasan dari Blok
Kemum. Menurut Smith (1990), Sebagai akibat
benturan lempeng Australia dan Pasifik adalah terjadinya penerobosan batuan
beku dengan komposisi sedang kedalam batuan sedimen diatasnya yang sebelumnya
telah mengalami patahan dan perlipatan. Hasil penerobosan itu selanjutnya
mengubah batuan sedimen dan mineralisasi dengan tembaga yang berasosiasi dengan
emas dan perak. Tempat-tempat konsentrasi cebakan logam yang berkadar tinggi
diperkirakan terdapat pada lajur Pegunungan Tengah Papua mulai dari komplek
Tembagapura (Erstberg, Grasberg , DOM, Mata Kucing, dll), Setakwa, Mamoa, Wabu,
Komopa-Dawagu, Mogo-Obano, Katehawa, Haiura, Kemabu, Magoda, Degedai, Gokodimi,
Selatan Dabera, Tiom, Soba-Tagma, Kupai, Etna Paririm Ilaga. Sementara di
daerah Kepala Burung terdapat di Aisijur dan Kali Sute. Sementara itu
dengan adanya busur kepulauan gunungapi (Awewa Volkanik Group) yang terdiri
dari Waigeo Island (F.Rumai) Batanta Islamd (F.Batanta), Utara Kepala Burung
(Mandi & Arfak Volc), Yapen Island (Yapen Volc), Wayland Overhrust (Topo Volc),
memungkinkan terdapatnya logam emas
dalam bentuk nugget.
Endapan Mineral Grassberg
Tubuh-tubuh bijih terdapat pada dan di
sekitar dua tubuh-tubuh instrusi utama batuan beku yaitu monzodiorit
Grasberg dan diorit Ertsberg. Batuan-batuan induk untuk
tubuh-tubuh bijih tersebut terdiri dari batuan-batuan karbonatan
maupun klastik yang diterobos oleh batuan beku
berkomposisi monzonitik
dan dioritik
yang membentuk punggungan bukit dan sisi atas rangkaian Pegunungan Sudirman.
Tubuh-tubuh bijih Grasberg dan ESZ, terdapat pada batuan beku sebagai batuan
induk, hadir dalam bentuk urat-urat (vein stockworks) dan diseminasi
sulfida tembaga yang didominasi oleh mineral chalcopirit dan sejumlah kecil
berupa bornit. Tubuh-tubuh bijih yang berinduk pada batuan sedimen terjadi pada
batuan ubahan skarn
yang kaya akan unsur magnetit dan magnesium serta kalsium, yang mana lokasi
keterdapatannya dan orientasinya sangat dikontrol oleh patahan-patahan besar (major
faults) dan oleh komposisi kimia batuan-batuan karbonat di sekitar
tubuh-tubuh instrusi tersebut. Mineralisasi tembaga pada batuan ubahan skarn tersebut
didominasi oleh mineral chalcopirit, akan tetapi konsentrasi setempat
dari mineral sulfida bornit yang cukup banyak juga kadang terjadi. Mineral emas
terdapat secara merata disemua tubuh bijih dalam jumlah yang beragam. Di
beberapa tempat konsentrasinya cukup banyak, kehadirannya jarang bisa dilihat
dengan mata telanjang. Konsentrasi emas tersebut lazim terjadi sebagai inklusi
di dalam mineral sulfida tembaga, sedangkan pada beberapa tubuh bijih
konsentrasi emas berkaitan erat dengan keterdapatan mineral pirit.
Penetitian
endapan bijih di daerah Grasberg Tembagapura Irian Jaya yang didasarkan pada analisa
petrografi dan mikroskopi bijih terhadap 23 contoh batuan bor inti Grs 37-44.
Hasil penelitian menunjukan bahwa endapan bijih yang terbentuk menyebar dan
mengisi rongga batuan berupa jalinan urat kuarsa membentuk struktur stockwork.
Mineralisasi terutama terbentuk pada batuan induk diorit dengan zonasi ubahan
kuarsa - K-felspar - biotit (ubahan potasik); epidot-karbonat-serisit (ubahan
propilitik) dan gipsum-anhidrit ( ubahan argilik). Paragenesa mineral bijih
terdiri dari magnetik, hematit, arsenopirit, sfalerit, pirit, emas, kalkopirit,
digenit, bornit, kalkosit dan kovelit dengan kadar yang berkurang dari bagian
tengah ke arah luar dari bor inti. Atas dasar asosiasi mineral tekstur dan
struktur bijih serta zonasi ubahan dan data literatur diperkirakan endapan
bijih di daerah penelitian merupakan endapan bijih tipe tembaga porfiri yang
membawa emas yang terjadi karena pengaruh larutan hidrotermal.
Cebakan bijih
tembaga Grasberg terbentuk pada batuan terobosan yang menembus batuan samping
batugamping. Mineral sulfida yang terkandung dalam cebakan bijih tembaga
porfiri Cu – Au Grasberg, terdiri dari bornit (Cu5FeS4), kalkosit (Cu2S),
kalkopirit (CuFeS2), digenit (Cu9S5), dan pirit (FeS2). Sedangkan emas (Au)
umumnya terdapat sebagai inklusi di dalam mineral sulfida tembaga, dengan
konsentrasi emas yang tinggi ditunjukkan oleh kehadiran mineral pirit. Grasberg
masih mengandung cadangan sekitar 1.109 juta ton bijih dengan kadar 1,02% Cu,
1,19 ppm Au, dan 3 ppm Ag.
Cebakan porfiri
Cu-Au memiliki dimensi besar dengan kadar relatif rendah sehingga penambangan
dilakukan secara open pit atas dasar
pertimbangan keekonomian.
Penambangan
bijih dilakukan dengan sistem berjenjang dengan pengelupasan lapisan penutup
yang ditujukan agar dapat menahan batuan yang berhamburan saat ada peledakan
serta bisa menyediakan ruang gerak yang memadai utuk excavator dan unit pemuat. Penambangan dilakukan dengan cara
menggali dan memindahkan material dalam jumlah besar, teknologi yang digunakan
juga berteknologi tinggi dan berdaya angkut besar sehingga diperlukan lahan untuk
penampungan bijih, limbah
tambang, serta ampas pengolahan berupa cebakan yang berdimensi sangat besar
dengan kedalaman penambangan disesuaikan dengan sebaran bijih ekonomis yang
dapat diambil.
Saat ini
Grasberg ditambang dengan metode tambang terbuka. Namun karena bukaan yang
semakin dalam, sekitar tahun 2015, cara penambangan akan diubah menjadi tambang
bawah tanah. Jika semua terwujud, tambang bawah tanah Grasberg akan menjadi
salah satu yang terbesar.
Kesimpulan
Tubuh-tubuh bijih terdapat pada dan di
sekitar dua tubuh-tubuh instrusi utama batuan beku yaitu monzodiorit
Grasberg dan diorit Ertsberg dengan cebakan bijih tembaga Grasberg terbentuk
pada batuan terobosan yang menembus batuan samping batugamping.
Zonasi
alterasi terdiri dari kuarsa - K-felspar - biotit (ubahan
potasik); epidot-karbonat-serisit (ubahan propilitik) dan gipsum-anhidrit (
ubahan argilik).
Paragenesa
mineral bijih terdiri dari magnetik, hematit, arsenopirit, sfalerit, pirit,
emas, kalkopirit, digenit, bornit, kalkosit dan kovelit dengan kadar yang
berkurang dari bagian tengah ke arah luar dari bor inti.
Daftar Pustaka
Suprapto, Sabtanto J., 2008. Pertambangan Tembaga di Indonesia Raksasa
Grasberg dan Batu Hijau. Warta Geologi, Vol. 3 No. 3, hal 5-13.
Pollard J. P. and Taylor R. G. 2012. Paragenesis
of the Grasberg Cu–Au deposit, Irian Jaya, Indonesia: Results
from Logging Section 13. _, Volume 37, Issue 1,
pp 117-136.
Murakami, H., Seo, J. H., Heinrich, C. A. 2010. The Relation Between Cu/Au Ratio and Formation Depth
of Porphyry-style Cu–Au ± Mo Deposits. _, Volume 45, Issue 1, pp 11-21.
http://www.oocities.org/west_papua/geo_papua.htm
(diakses pada tanggal 19 november 2012)
http://opac.geotek.lipi.go.id/index.php?id=282&p=show_detail
(diakses pada 17 november 2012)